Apakah Boleh Shalat Syukur Kepada Allah Dua Rakaat?
APAKAH BOLEH SHALAT SYUKUR KEPADA ALLAH DUA RAKAAT?
Pertanyaan
Apakah dibolehkan seseorang melakukan shalat syukur kepada Allah dua rakaat jika dia mengalami sesuatu yang menggembirakannya?
Jawaban
Alhamdulillah.
Sujud syukur kepada Allah apabila mendapatkan nikmat atau terhindar dari bencana, termasuk sunnah yang berlaku dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para shahabatnya.
Adapun shalat syukur kepada Allah dua rakaat, merupakan masalah yang diperselisihkan para ulama.
Sebagian ulama menyatakan disunnahkannya hal tersebut apabila sedang mendapat nikmat yang baru. Di antara dalil yang dijadikan sebagai landasan disyariatkannya adalah;
1. Riwayat Hakim.
عن كعب بن عجرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أمر كعب بن مالك حين تيب عليه وعلى أصحابه أن يصلي ركعتين أو سجدتين . رواه الحاكم في “المستدرك على الصحيحين” (5/148).
Dari Ka’ab bin Ajrah radhiallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan Ka’ab bin Malik ketika taubat dia dan shahabatnya diterima agar dia shalat dua rakaat dan sujud dua kali. [HR. Hakim dalam Al-Mustadrak Alas-Shahihain, 5/148]
Hanya saja, hadits ini tidak shahih, karena dalam rangkaian sanadnya terdapat Yahya bin Al-Mutsanna. Al-Uqaili berkata, ‘Haditsnya tidak tersimpan dan tidak diketahui periwayatannya’ [Adh-Dhu’afa Al-Kabir, 4/432]
2-Riwayat Ibnu Majah, no. 1391,
ما رواه ابن ماجه (1391) من طريق سَلَمَة بْن رَجَاءٍ حَدَّثَتْنِي شَعْثَاءُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى رضي الله عنه (أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى يَوْمَ بُشِّرَ بِرَأْسِ أَبِي جَهْلٍ رَكْعَتَيْنِ) .
Dari jalur Salamah bin Raja, telah meriwayatkan kepadaku Sya’tsa, dari Abdullah bin Abi Aufa, radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melakukan shalat dua rakaat pada saat diberi kabar gembira dengan (tewasnya) Abu Jahal.”
Hadits ini dinyatakan hasan oleh sebagian ulama, seperti Ibnu Hajar dan Ibnu Mulqin. Lihat Al-Badrul-Munir, 9/106, Talkhish Al-Habir, 4/107)
Akan tetapi Al-Bushairi berkata, ‘Sanad hadits ini terdapat catatan, karena Sya’tsa Abdullah, tidak saya ketahui ada orang yang memberikan penilaian tentang dirinya, apakah menolak atau menyetujuinya.’
Adapun tentang Salamah bin Raja bin Mu’in, Ibnu Ady berkata, ‘Beliau meriwayatkan beberapa hadits, akan tetapi tidak ada yang mengontrolnya, sedangkan An-Nasai berkata, (Dia perawi) yang lemah. Sedangkan Ad-Daruquthni berkata, ‘Beberapa haditsnya berbeda sendiri dibanding hadits yang diriwayatkan dari perawi yang tsiqah. Abu Zur’ah berkata, ‘Dia adalah orang yang jujur. Abu Hatim berkata, ‘Tidak ada haditsnya yang bermasalah.’ [Mishbah Al-Zujajah, 1/211]
Demikian pula halnya Syekh Al-Albany menyatakan bahwa hadits ini dha’if, dalam Kitab Dha’if Sunan Ibnu Majah.
3. Shalat yang Nabi shallallahu alaihi wa sallam lakukan sebanyak delapan rakaat pada peristiwa penaklukan kota Mekah. Banyak ulama yang berpendapat bahwa shalat tersebut adalah karena rasa syukur kepada Allah atas nikmat penaklukan tersebut.
Muhammad bin Nashr Al-Marwazi berkata, ‘Mengenai shalat dan sujud karena mendapatkan nikmat sebagai rasa syukur kepada Allah Azza wa Jalla, di antara dalilnya adalah bahwa ketika Allah memberikan nikmat kepada Nabinya shallallahu alaihi wa sallam berupa penaklukan kota Mekkah, beliau mandi lalu shalat sebanyak delapan rakaat sebagai rasa syukur kepada Allah Azza Wa Jalla.’ [Ta’zimu Qadrush-Shalah, 1/240]
Ibnu Hajar berkata, ‘Padanya (riwayat di atas) terdapat dalil disyariatkannya shalat syukur’ (Fathul Bari, 3/15)
Akan tetapi berdalil dengan hadits (tentang shalat syukur) terbantah dari dua sisi;
1. Perkara ini khusus pada saat mendapatkan kemenangan dan penaklukan. Maka jangan digeneralisir dalam semua keadaan yang menggembirakan.
Ibnu Katsir berkata, ‘Itu merupakan shalat syukur setelah meraih kemenangan, berdasarkan pendapat yang lebih kuat dari dua pendapat ulama.’ [Al-Bidayah wan-Nihayah, 1/324]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berkata, ‘Para ulama menyatakan disunnahkan bagi seorang pemimpin shalat delapan rakaat saat berhasil menaklukkan sebuah kota, sebagai rasa syukur kepada Allah. Mereka menamakannya sebagai shalat Fath (Shalat kemenangan).” Selesai [Majmu Al-Fatawa, 17/474]
Ibnu Qayim rahimahullah berkata, ‘Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memasuki rumah Ummu Hani bin Abi Thalib, lalu dia mandi dan shalat sebanyak delapan rakaat di rumahnya, saat itu waktu Dhuha, dia menyangka bahwa itu adalah shalat Dhuha, padahal itu adalah shalat Fath.”
Dalam kisah ini terdapat dalil bahwa shalat tersebut dilakukan karena kemenangan yang diraih sebagai rasa syukur atas nikmat Allah kepadanya. Karena dia (Ummu Hani) berkata, ‘Aku tidak melihat beliau sebelum dan sesudahnya melakukan shalat itu.’ (Zadul Ma’ad, 3/361)
2. Sesungguhnya Ummu Hani’ binti Abu Tholib, beliau sendiri yang meriwayatkan hadits ini. Dan dengan jelas (mengatakan) dalam teks haditsnya bahwa ia adalah shalat Dhuha. Dan hal itu berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Ibnu Qoyyim rahimahullah tadi.
Diriwayatkan oleh Muslim, 336 dari Ummu Hani berkata:
(لَمَّا كَانَ عَامُ الْفَتْحِ أَتَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ بِأَعْلَى مَكَّةَ قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى غُسْلِهِ فَسَتَرَتْ عَلَيْهِ فَاطِمَةُ ثُمَّ أَخَذَ ثَوْبَهُ فَالْتَحَفَ بِهِ ثُمَّ صَلَّى ثَمَانَ رَكَعَاتٍ سُبْحَةَ الضُّحَى).
‘Ketika tahun penaklukan, beliau mendatangi Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam sementara (Nabi) berada di (dataran) tinggi Mekkah. Rasulullah sallallahu’alihi wa sallam mandi, sementara Fatimah menutupinya kemudian beliau mengambil baju dan menutupi (badan) dengannya. Kemudian (beliau) shalat delapan rakaat Sunnah Dhuha.
Imam Nawawi rahimahullah berkata dalam Syarah Muslim, “Perkataan ‘kemudian shalat delapan rakaat sunnah Dhuha’ perkataan ini terdapat faedah yang indah. Yaitu bahwa shalat Dhuha delapan rakaat. Sisi pengambilan dalilnya adalah perkataan ‘Sunnah Dhuha’ ini adalah penegasan bahwa hal ini adalah sunnah yang telah ditetapkan dan dikenal. Dan (menunaikan) shalat dengan niatan Dhuha. Berbeda dengan riwayat lain ‘Shalat delapan rakaat, dan itu adalah Dhuha’ karena sebagian orang memahami kurang tepat. Dan mengatakan, bahwa hal ini bukan sebagai dalil bahwa shalat Dhuha itu depalan rakaat. Dan dia menyangka bahwa Nabi sallallahu’alaihi wa sallam (menunaikan shalat) delapan rakaat disebabkan penaklukan Mekkah. Bukan dikarenakan (shalat) Dhuha. Persangkaan yang berkaitan dengan perkataan lafad ini tidak akan mungkin, manakala ada teks ‘Sunnah Dhuha (Subhata Ad-Dhuha)’. Dan orang-orang dahulu dan sekarang menggunakan hadits ini sebagai (dalil) ketetapan bahwa Dhuha itu delapan rakaat. Wallahu’alam. Dan perkataan (السُّبْحَة) adalah sunnah (nafilah), dinamakan itu karena didalamnya ada tasbih.
Dari (penjelasan) tadi, kebanyakan para ulama berpendapat tidak dianjurkan yang dinamakan ‘shalat syukur’. Ar-Ramli berkata; “Dari kami tidak ada shalat yang dinamakan shalat syukur.’ Selesai dari kitab ‘Tuhfatul Muhtaj, 3/208.
Syaikh Bin Baz berkata: “Saya tidak mengetahui riwayat sedikitpun tentang shalat syukur, akan tetapi yang ada adalah sujud syukur. Selesai dari kitab ‘Majmu’ Fatawa, 11/424.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahulah berkata, “Saya tidak mengetahui dalam hadits tentang shalat yang dinamakan shalat syukur. Akan tetapi ada sujud yang dinamakan sujud syukur.” Selesai dari ‘Fatawa Nurun ‘Ala Ad-Darb, 6/17. Beliau menambahi lagi, ‘Syukur tidak ada didalamnya shalat yang berdiri dan ruku akan tetapi hanya sujud saja. Selesai dari ‘Fatawa Nurun ‘Ala Ad-Darb, 6/18.
Maka bagi seorang muslim dikala mendapatkan apa yang menyenangkan. Dianjurkan sujud syukur karena Allah Ta’ala. Sementara shalat syukur tidak ada asalnya.
Wallahu’alam .
Disalin dari islamqa
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/4122-apakah-boleh-shalat-syukur-kepada-allah-dua-rakaat.html